Sabtu, 23 April 2016

Ada Tanpa Puisi


            Ada yang berbeda pada halaman Gedung Cakra hari itu. Wajah parkiran dengan sepeda motor terlihat padat tidak seperti biasanya. Di sisi lain, gedung RKBD yang biasa paling ramai hilir mudik mahasiswa terlihat melompong banyak sisi yang bolong dari aktivitas perkuliahan.

            Perhelatan dies natalis FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan) yang berbarengan dengan hari Kartini rupanya telah menggiring mahasiswa, karyawan, beserta dosen FIP dan rektor Universitas Trunojoyo Madura untuk berkumpul merayakan pesta di Gedung Cakra. 21/04/2016. Tak heran jika semua sisi parkiran gedung ini terlihat penuh terisi jajaran kendaraan yang diparkirkan.

Sejak pukul delapan pagi, aktivitas di Gedung Cakra itu bergeliat semakin padat. Mahasiswa berbusana batik yang hilir mudik terlihat masih memersiapkan stand bazar. Mereka mencoba berwirausaha. Dan yang lainnya langsung memasuki gedung untuk memenuhi tribun di dalamnya.

Dentuman musik mulai terdengar mashyuk mengiringi tiap hentakan kaki, lambaian dan lenggokan tubuh sang penari. Para penari dari mahasiswa FIP itu menyuguhkan tarian tradisional Madura di awal acara. Sekaligus telah membuka acara dis natalis dengan semarak dengan pertunjukan budaya khas Madura. Hal ini membuat mereka yang masih berada di luar gedung segera merapatkan diri ke tribun-tribun penonton.

“Dari Madura untuk Pendidikan Indonesia”. Suara penonton di setiap tribun mulai terdengar menyuarakan tema dis natalis yang dihelat kedua kalinya itu. Diselingi pertarungan yel-yel dari kelima prodi di FIP. Menyuarakan semangat mahasiswa FIP untuk berkompetisi sekaligus kompak menjunjung kemajuan FIP bersama-sama. Sejak awal April nuansa kompetisi sebenarnya sudah muncul dengan adanya serangkaian lomba yang diadakan. Sekaligus pemilihan duta pendidikan, satu ajang yang paling bergengsi di kampus. Penentuan duta pendidikan dari 10 finalis yang lolos seleksi akan dipilih hari itu juga. Begitu pun 5 finalis lomba menyanyi yang kebetulan terloloskan dari masing-masing prodi di FIP menjadikan kompetisi yang berimbang. Membuat suara-suara di tribun penonton tak mau padam.

Ganti-bergantian lagu bernuansa pendidikan didengungkan dengan hikmat. Jika kalian ingat lagu “Terima kasih guruku”, lagu ini membawa haru mengenai pengabdian dan kasih sayang seorang guru. Maka tak lupa menyanyikan  lagu “Ibu Kita Kartini” dengan keharuan yang sama.

Sekilas pendeklamasian tanpa teks menutup Tari Nusantara yang dibawakan prodi PGPAUD. Bukan puisi-puisi sastrawan yang dibacakan sahut-menyahut. Memang tak ada puisi yang dibacakan sahut-menyahut. Kecuali tembang macapat sebagai sastra lisan yang dilantunkan dosen-dosen FIP dengan suasana membudaya.

Tanpa pembacaan puisi bersahut-sahutan seperti yang kubayangkan, seperti adanya yang tersirat dalam tema tersebut. Namun akhir penampilan yang istimewa dari dosen-dosen FIP yang menampilkan macapat menjadikan dis natalis tetap meriah. Gempar di area tribun dengan tawa dan kagum melihat dosen-dosen berdrama lucu sambil menari sekaligus membacakan tembang macapat bersahut-sahutan. (Anggun Putri)

        

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Posting Komentar