Ada yang berbeda pada halaman Gedung
Cakra hari itu. Wajah parkiran dengan sepeda motor terlihat padat tidak seperti
biasanya. Di sisi lain, gedung RKBD yang biasa paling ramai hilir mudik
mahasiswa terlihat melompong banyak sisi yang bolong dari aktivitas
perkuliahan.
Perhelatan dies natalis FIP
(Fakultas Ilmu Pendidikan) yang berbarengan dengan hari Kartini rupanya telah
menggiring mahasiswa, karyawan, beserta dosen FIP dan rektor Universitas
Trunojoyo Madura untuk berkumpul merayakan pesta di Gedung Cakra. 21/04/2016. Tak
heran jika semua sisi parkiran gedung ini terlihat penuh terisi jajaran
kendaraan yang diparkirkan.
Sejak
pukul delapan pagi, aktivitas di Gedung Cakra itu bergeliat semakin padat. Mahasiswa
berbusana batik yang hilir mudik terlihat masih memersiapkan stand bazar.
Mereka mencoba berwirausaha. Dan yang lainnya langsung memasuki gedung untuk memenuhi
tribun di dalamnya.
Dentuman
musik mulai terdengar mashyuk mengiringi tiap hentakan kaki, lambaian dan
lenggokan tubuh sang penari. Para penari dari mahasiswa FIP itu menyuguhkan tarian
tradisional Madura di awal acara. Sekaligus telah membuka acara dis natalis
dengan semarak dengan pertunjukan budaya khas Madura. Hal ini membuat mereka
yang masih berada di luar gedung segera merapatkan diri ke tribun-tribun
penonton.
“Dari
Madura untuk Pendidikan Indonesia”. Suara penonton di setiap tribun mulai
terdengar menyuarakan tema dis natalis yang dihelat kedua kalinya itu.
Diselingi pertarungan yel-yel dari kelima prodi di FIP. Menyuarakan semangat
mahasiswa FIP untuk berkompetisi sekaligus kompak menjunjung kemajuan FIP
bersama-sama. Sejak awal April nuansa kompetisi sebenarnya sudah muncul dengan
adanya serangkaian lomba yang diadakan. Sekaligus pemilihan duta pendidikan, satu
ajang yang paling bergengsi di kampus. Penentuan duta pendidikan dari 10
finalis yang lolos seleksi akan dipilih hari itu juga. Begitu pun 5 finalis
lomba menyanyi yang kebetulan terloloskan dari masing-masing prodi di FIP
menjadikan kompetisi yang berimbang. Membuat suara-suara di tribun penonton tak
mau padam.
Ganti-bergantian
lagu bernuansa pendidikan didengungkan dengan hikmat. Jika kalian ingat lagu “Terima
kasih guruku”, lagu ini membawa haru mengenai pengabdian dan kasih sayang
seorang guru. Maka tak lupa menyanyikan
lagu “Ibu Kita Kartini” dengan keharuan yang sama.
Sekilas
pendeklamasian tanpa teks menutup Tari Nusantara yang dibawakan prodi PGPAUD. Bukan
puisi-puisi sastrawan yang dibacakan sahut-menyahut. Memang tak ada puisi yang dibacakan
sahut-menyahut. Kecuali tembang macapat sebagai sastra lisan yang dilantunkan
dosen-dosen FIP dengan suasana membudaya.
Tanpa
pembacaan puisi bersahut-sahutan seperti yang kubayangkan, seperti adanya yang tersirat dalam tema tersebut. Namun akhir penampilan yang istimewa dari
dosen-dosen FIP yang menampilkan macapat menjadikan dis natalis tetap meriah. Gempar di area tribun dengan tawa dan
kagum melihat dosen-dosen berdrama lucu sambil menari sekaligus membacakan
tembang macapat bersahut-sahutan. (Anggun Putri)
0 comments:
Posting Komentar