Lanjutan cerpen CTD Monkasel
Karya Ridwan
Dinata
Cinta yang tenggelam di lautan samudra kasih, kini kembali
mengapung. Diskusi dan interogasi yang lama bersamamu dalam sepi hening. Di
taman ini ku menuai air mata dan kebahagiaan. Lantaran kini cintaku selamat
atas kejadian 10 November 1945. Kau ceritakan padaku segala sesuatu yang
berhubungan dengan bolong-bolong kapal yang membuatnya tenggelam. Kau berikan
bukti yang nyata kepadaku sebagai direkturmu. Nakhoda ku, berbahagialah engkau
sebab engkau tak jadi ku PHK. Tertawalah engkau di atas kemerdekaan ini, dan
tentunya aku juga akan demikian.
Kini, kita akan berangkat berlayar menuju Yogyakarta. Kita akan
berlayar membawa cinta dalam hati. Kita akan berangkat dua pekan lagi.
Desas-desus akan tiada penumpang yang tak ingin lagi berlayar bersama kita
muncul begitu saja. Jangan hiraukan olehmu, karena kita akan berlayar dengan
kapal yang berbeda. Kita akan menyewa kapal dengan bayaran mahal. Kita akan
berangkat dengan banyak penumpang lainnya.
Sepekan berlalu, tiket habis dijual. Kabarnya, kapal akan
berangkat ke tiga tujuan utama, yaitu pengajaran, sastra, dan linguistik. Aku
tak tahu tujuan mana yang akan ku utamakan. Aku ingin semua tujuan itu ku capai
dengan bahagia. Tiket hanya satu, aku tak tahu engkau yang di sana membeli
tiket dengan tujuan yang mana. Aku ingin menuju ke pengajaran cinta supaya aku
dapat memahami arti cinta yang sesungguhnya. Aku juga ingin bertuju pada
sastra, sastralah yang membuatku jatuh cinta padamu. Aku juga ingin bertuju
pada linguistik, supaya dapat merangkai kata-kata yang tepat dalam membuat
wacana cinta padamu.
Oh kekasihku, ternyata aku dapat kabar gembira. Nakhoda kapal
mengatakan kita akan berlayar bersama-sama ke tiga tujuan pengajaran, sastra,
dan linguistik. Supaya aku tidak akan buta materi-materi cinta sejati, supaya
aku tidak buta dengan syair-syair cinta abadi, dan supaya aku tidak kaku
menggerakkan lisanku untuk berbicara kata-kata mesra padamu.
Kini kita telah tiba dalam tujuan yang nyata. Hanya karena berbeda dek, ku mencari ke mana-mana. Hatiku gelisah bila tak bertemu dengan mu. Ingin ku peluk erat tubuhmu bila ku menemukanmu.
“Sayang di mana kamu?”
“Aku sangat merindukanmu”
Ku pegang erat tanganmu di pelabuhan cinta ini. ku tak ingin
melepasmu supaya kita tak tersesat lagi. Sungguh nyaman jiwa ini bersama-sama
dengan mu di sini. Lihatlah, awan yang selalu melindungi kita, dan air sungai
berirama mengiringi langkah kaki kita. Para pedagang di tempat ini cemburu
memandangi kita. Alangkah bahagianya hidup ini seakan aku dalam mimpi indah
yang nyata. Kita berjalan bersama menuju patung Budha. Kita membuat dokumentasi
yang sempurna di sini, di tempat ini kita juga melakukan hal yang indah
bersama.
Terik matahari siang tak terasa membakar raga ini. karena dirimu
penyejuk hati dan jiwaku. Oh, lihatlah pasangan kekasih itu. Berfoto ria
seperti kita. Tapi, lihatlah kita berada di deretan stupa yang sempurna.
Entahlah yang ku rasa hanya keindahan semata. Tidak tahu arah lagi, yang ku tahu
hanya arah masa depan cinta kita seperti matahari yang akan selalu tenggelam ke
ufuk barat. Iya, di sinilah kita membuat dokumentasi yang sempurna, aku benci
dengan mereka yang datang meminta untuk dipotret dirinya. Tak apalah, berbuat
baik adalah hal yang wajar dalam hidupku. Aku ingin selalu bersamamu di sini
dengan gembira berpose seperti Shiren Sunkar dan Teuku Wisnu, seperti Rama dan
Shinta dalam kehidupan lalu.
Senyum di wajahmu membuat bibir ku ereksi. Aku ingin menciummu di
hadapan orang tuamu. Semoga kebahagiaan ini bukan prolog dari drama semata. Ku
berharap kau juga merasakan hal yang sama dengan ku, tanpa ada orang lain di
antara kita. Mari kita kembali ke negeri semula. Kita rayakan kebahagiaan ini
dengan makan malam hanya kita berdua. Oh kekasihku, betapa terkejutnya aku
ketika mendapati orang lain di antara kita. Orang itu kini membenamkan malware dalam ponselmu. Malware itu menggerogoti tak hanya di ponselmu
saja. Ku sadari malware itu juga menggerogoti hatimu sedangkan
engkau hanya tersenyum biasa. Aku mulai curiga,
“mengapa terdapat malware dalam ponselmu yang terjaga
keamanannya?”
“kau hanya diam saja” entah apa yang kamu pikirkan
Seperti layaknya detektif ku bertanya dengan teka-teki
problematika kehidupan sebuah malware.
Aku sangat takut malware tersebut memutuskan cinta kita. Aku takut
engkau terjangkit malware yang berbahaya.
Oh, rupanya itu adalah jenis malware yang menenggelamkan cintaku di Monkasel dulunya. Betapa terkejutnya aku akan
hal ini. Virus yang dikristalkan sebelumnya menyerang hati dan pikiranku
kembali.
“dia adalah temanku, aku tak ada hubungan apa-apa dengannya”
“bohong, tiada hubungan sahabat ada ungkapan mesra dan ekspresi
ciuman”
“hatiku bergejolak rasanya melihat bukti nyata ini, inginku buang
ponselmu sebagai pemuas hasratku”
Tahukah engkau kekasihku, betapa sakitnya engkau berbagi cinta
dengan dia. Oh kekasihku, di manakah hati kecilmu. Di mana cintamu yang dulu.
Oh kekasihku nyatanya engkau memang menduakan ku. Kurang apakah aku, sehingga
engkau menjadi racun dalam darahku. Mengapa engkau tak mengerti perasaanku.
Semua yang ada akan kuberikan padamu, bahkan jiwa dan ragaku. Asalkan jangan
pernah engkau menduakan cintaku.
Yogyakarta, 22 November 2015
0 comments:
Posting Komentar