Simposium pendidikan yang dihelat
STKIP Al-Hikmah Surabaya mengusung tema
“Menggugah Kesiapan Kompetensi Guru Lokal Menghadapi Ekspansi Pendidik
Asing di Era MEA”, dihadiri peserta dari
kalangan mahasiswa, guru, maupun dosen (28/11). Dalam rangka memeringati hari
guru, Dr. Ardian Husaini., M.A dan Prof. Dr. Muchlas Samani., M.Pd. dihadirkan menjadi
pembicara bersama dua mahasiswa Al-Hikmah yang dinobatkan menjadi favourit teacher, Orthio Rizki Pratama
dan M. Zuhri Fahruddin.
Menghadapi MEA guru dijadikan
sebagai sorotan dan ujung tombak mengarahkan sumber daya manusia yang cerdas
sekaligus berkarakter kuat. Nah, bagaimana menjadi guru yang bersaing di era
MEA?
Islamic
world view bagi guru di Era MEA inilah materi yang diulas saat sesi pertama.
Dr. Ardian Husaini., M.A, dosen jurnalistik dan pemikiran Islam yang menjadi
ketua dewan dakwah Islam Indonesia ini menyatakan poin penting bahwa guru itu
mujahid. Guru itu seorang pejuang. Menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada diri manusia
sebagai manusia bukan sebagai pekerja. Jika guru adalah pejuang maka menjadikan
anak juga sebagai pejuang.
“Guru
mencetak anak untuk melompat satu meter. Kita tidak penting anak memakai sepatu
apa. Yang penting adalah targetnya tercapai.” Tambah Dr. Ardian. Anologinya
seperti pengendara motor yang pakai helm
tidak pakai celana tidak ditilang. Sedangkan pengendara pakai celana tidak
pakai helm, ditilang. Benar mana, tidak pakai celana apa tidak pakai helm? Pengendara
yang benar adalah yang memakai celana. Apabila guru dipandang sebagai filosofi
hidup, era MEA justru guru tetap bisa memerahputihkan Indonesia dengan kultur
Indonesia.
Ruang
pendidikan yang terlalu menyekat seringkali menjebak peserta didik untuk
membalik niat li thalabul ilmi kepada niat yang lain-lain. “Pokoknya Pak kyai
nyuruh ini, berangkat.” Niat, ini sebagai pondasi yang sangat penting dalam
mencari ilmu . Jika niatnya sudah bukan li thalabul ilmi, layaknya berjalan
untuk merusak agama. Pun merusak guru yang memberikan ilmu pula.
Mengutip
surat Al-Hujurat ayat 13. Presiden BEM STKIP AL-HIKMAH memandang MEA sebagai
ladang kompetisi dan kolaborasi amal kebaikan di bidang pendidikan. Bagaimana nantinya
ASEAN itu menjadi bagian penting dalam perdagangan internasional, perlu adanya li ta’arafu. Mengenal yang bersuku-suku, yang berbangsa-bangsa.
Ketika kita bisa berkompetensi, berkolaborasi
dengan bangsa lain, justru dapat jauh lebih mengembangkan bangsa
Indonesia nantinya. “Kita harus mememandang MEA sebagai pemacu bukan sebagai
ancaman.” Tambahnya.
Acara
pun ditutup dengan penyematan tanda pemenang teacher idol kepada Orthio Rizki Pratama dan M. Zuhri Fahruddin. (Anggun Putri)
0 comments:
Posting Komentar